Belajar Saat Pandemi Corona
Lewat Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI Nomor 9 Tahun 2020, sejumlah peraturan terkait pelaksanaan PSBB ditetapkan, salah satunya tentang peliburan sekolah. Kegiatan belajar mengajar di sekolah-sekolah dihentikan sementara dan digantikan dengan media yang efektif, setidaknya hingga 14 hari ke depan.
Sebelum PSBB di beberapa daerah disetujui, sejumlah sekolah telah terlebih dulu meliburkan kegiatan belajar mengajar sebagai upaya peredaman penyebaran COVID-19. Sehingga sejumlah proses belajar di rumah dengan materi dari sekolah dan dibantu oleh orang tua murid telah dilaksanakan.
Tantangan pendidikan jarak jauh dan pendampingan wali murid
Namun sejumlah orang tua murid mengaku kesulitan untuk memantau proses belajar anaknya di rumah, terutama bagi mereka yang juga bekerja di rumah. Salah satu orang tua murid, Anandatie Augustiasih mengatakan, informasi seputar sistem pemindahan proses belajar mengajar dari sekolah ke rumah belum komprehensif.
``Yang saya pelajari hanya sekolah bertaraf internasional saja yang menerapkan disiplin dan online class dengan waktu yang sesuai schedule. Kalau yang skala nasional tidak ada, malah dikembalikan ke orang tua. Padahal orang tua ada kendala wfh (work from home) juga jadi tidak bisa memantau dengan baik,`` kata Anandatie.
Hal senada diungkapkan oleh orang tua murid yang telah mendampingi anaknya belajar di rumah selama setidaknya dua minggu. Menurutnya kualitas pendidikan anak bergantung pada kualitas pengajar. Ia memberi contoh ada guru yang mampu mengirimkan video contoh mata pelajaran untuk dikerjakan anaknya di rumah, dan ada yang hanya bisa menjelaskan tugas, lalu meminta murid tersebut mengerjakannya.
"Akhirnya anak hanya mengerjakan dan tidak mengerti apa yang dimaksud. Harusnya kan di era seperti ini, di era digital, kualitas guru juga harus memadai,`` katanya.
Belum lagi kendala teknis, seperti yang dialami orang tua murid asal Magelang, Aminatun, ketika telepon genggamnya rusak dan tidak punya kuota internet.
`Pendidikan jarak jauh harusnya memerdekakan proses belajar`
Kepada DW Indonesia, pengamat pendidikan Budi Trikorayanto mengatakan bahwa orang tua harus mencari cara efektif untuk proses belajar di rumah, mengingat sebelumnya proses belajar mengajar dilakukan guru dan murid di sekolah.
``Orang tua sebenarnya juga harus dibimbing, jadi belajar secara jarak jauh, belajar mandiri itu harus berorientasi terutama kepada minat dan bakat anak, pada konteks setempat, pada lingkungan anak. Jadi bukan berorientasi pada standar kompetensi yang harus mereka lalui sesuai standar kurikulum, bukan itu,`` ujar Budi kepada DW Indonesia.
Budi menambahkan, mengacu pada Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), proses belajar tidak lagi terpaku pada target kurikulum kenaikan kelas. Menurutnya hal ini masih sulit diterjemahkan oleh guru yang kebanyakan masih melihat kompetensi dasar yang harus dipelajari anak.
Tapi Budi menilai situasi dan kondisi pendidikan di tengah pandemi COVID-19 telah membuka mata banyak orang bahwa arah pendidikan harus menuju sistem edukasi 4.0, yakni pendidikan jarak jauh yang tidak lagi terikat pada standar kurikulum, melainkan pengembangan minat dan bakat anak murid dan memerdekakan proses belajar.
``Jadi kita akan melihat perubahan yang sangat besar dalam dunia pendidikan, yang memerdekakan belajar, dan membebaskan. Akan timbul kekacauan sebagai proses belajar dari perubahan itu, dan memang terus berlanjut. Namun demikian tuntutan zaman kan memang ke arah sana (edukasi 4.0),`` jelas Budi kepada DW Indonesia.
Kendala komunikasi di daerah terpencil
Sementara di kabupaten Asmat, Papua, Kepala Sekolah SD Darussalam Agats, Joni Effendi mengatakan kepada DW Indonesia bahwa komunikasi adalah kendala utama proses belajar mengajar di rumah. Joni mengatakatan, pertukaran pesan singkat bisa terkirim seetlah beberapa menit hingga dua jam kemudian.
``Kendala yang dihadapi guru secara umum terutama jalur komunikasi antar guru dan siswa, yaitu kurangnya komunikasi secara online dan tentunya via SMS, yang terkadang juga jaringan kita ini paket datanya terlambat,`` ujar Joni.
Menanggapi sulitnya akses informasi di daerah terpencil dan ketersediaan media yang efektif untuk proses pembelajaran, Kepala Biro Komunikasi Kemendikbud Ade Erlangga Masdiana menyampaikan bahwa sekolah perlu mencari alternatif lain mengatasi masalah-masalah dalam proses belajar di rumah.
``Sebenarnya selama masa darurat kesehatan ini, penyelenggaraan (pembelajaran) pendidikan jarak jauh, tidak selalu harus dengan kekuatan jaringan internet atau infrastruktur telekomunikasi yang baik. Yang penting penyelenggaraan pendidikan yang menjadi hak siswa tertunaikan, &rsquo &rsquo kata Ade melalui pesan tertulis kepada DW Indonesia, Rabu (08/04)
Mengacu pada Surat Edaran Mendikbud Nomor 4 Tahun 2020, tentang pelaksanaan kebijakan pendidikan dalam masa darurat penyebaran COVID-19, Ade menyebut yang harus diperhatikan adalah bagaimana menyediakan pendidikan bermakna.
Di Singapura lebih terstruktur
Sementara, Eveline Yousefa, warga negara Indonesia (WNI) yang kini menetap di Singapura menceritakan, proses pembelajaran di rumah di negara itu sudah lebih terstruktur. Semua materi dan tugas telah diberikan sebelum diberlakukannya peraturan belajar di rumah.
``Cukup lengkap karena ada aplikasi `Parents Gateway` kalau di sini. Tadi baru saja saya baca pesan dari gurunya besok ada zoom jam berapa di update buat besok,`` ujar Eveline kepada DW Indonesia.
Eveline menambahkan saat wabah COVID-19 mulai menyebar di Singapura, pihak sekolah telah meminta semua orang tua murid untuk mengisi keterangan apakah mereka memiliki fasilitas komputer atau laptop di rumah.
``Minggu lalu, anak-anak yang tidak punya masih bisa ke sekolah. Jadi ada guru yang masih datang ke sekolah tapi kalau sekarang sudah full kecuali yang orang tuanya kerja di essential services, itu masih bisa sekolah. Tapi kalau kelas anak saya, tadi saya liat di zoom sepertinya semua sudah di rumah," jelasnya. (jktri/hp)